Minggu, 07 Agustus 2011

Selingkuh Berbuah Manis

Berawal dari perselingkuhan, hingga akhirnya berujung pada seks bertiga/threesome yang penuh dengan kenikmatan. Cerita seks berikut ini menjadi pengalaman terindah pada petualangan seksku.

Semua berawal pada suatu ketika dimana aku dan istriku pindah ke sebuah rumah kost di sebuah kota besar, sebut saja kota X. Aku harus pindah ke kota itu karena tempat kerjaku menugaskanku menjadi kepala cabang di kantor perusahaan yang baru. Kost yang kami tempati ini memang khusus untuk karyawan dan juga keluarga. Oleh sebab itu kost ini sangat lengkap fasilitasnya, mulai dari dapur hingga kamar mandi dalam, bahkan tempat olahraganya juga.

Sudah sebulan kami tinggal di sini, aku dan istriku sudah mulai terbiasa bergaul dengan para tetangga kost kami.

“Pagi mas Ridwan… Berangkat kerja?” sapa seorang perempuan. Dia adalah istri tetangga kost kami yang bernama Susno, perempuan ini sendiri bernama Safitri.

“Iya nih mbak. Mau bareng?” tanyaku kepada Safitri atau Mbak Fitri begitu kami biasa menyapanya. Memang lokasi kerjanya berdekatan dengan kantorku.
Mbak Fitri lalu mengangguk tanda setuju,
“Boleh mas. Tapi nggak apa-apa nih nebeng di mobilnya mas Ridwan? Ntar mbak Nia marah lagi?” katanya lagi kepadaku.

Aku hanya tertawa karena saat itu Nia, istriku juga berada disampingku. Nia ikut tertawa mendengar candaan Mbak Fitri. Aku dan Nia memang pasangan baru. Kami baru menikah 1 tahun lalu dan belum dikaruniai seorang anak. Istriku Nia berusia 27 tahun, 2 tahun lebih muda dariku. Sementara itu pasangan Susno dan Safitri berusia sekitar 32 tahun dan 29 tahun. Jadi bisa dibilang Mbak Fitri itu seumuran denganku.

Suaminya, Susno memang tidak bekerja karena sudah satu tahun ini dia di PHK. Maklum, saat ini sedang krisis ekonomi jadi banyak PHK di mana-mana. Dulunya dia bekerja di perusahaan plastik. Sementara istrinya bekerja sebagai pegawai perusahaan keuangan yang cukup terkenal di Indonesia walaupun di sana dia hanya sebagai bawahan.

Sesampainya di kantor aku berpisah dengan Mbak Fitri yang memang berjalan kaki dari kantorku menuju kantor tempat dia bekerja. Beberapa karyawan melirik ke arah kami dan aku yakin mereka bertanya-tanya siapa sebenarnya perempuan yang dibawa atasannya itu. Aku sih tidak ambil pusing karena memang pada dasarnya Safitri memang cukup cantik walaupun tidak secantik istriku.

Kuakui tubuhnya memang lebih yahud dan berisi. Keindahan tubuhnya masih ditunjang dengan tubuhnya yang tinggi. Mungkin sekitar 175 cm tingginya, 8 cm lebih rendah dariku, yang 183 cm, dan ada sekitar 3 cm lebih tinggi dari suaminya sendiri, yang 172 cm.

Bagian yang paling kusukai dari bodi sintalnya, adalah buah dadanya. Sejak awal kuperhatikan, mungkin sekitar F-Cup ukurannya. Jauh lebih besar dibandingkan istriku yang cuma C-Cup. Ah ada apa dengan diriku ini? Kenapa aku malah kepikiran mengenai tubuh istri orang. Akhirnya aku masuk juga ke gedung kantorku sambil berusaha melepaskan pikiran mesum itu dari otakku.

Hari demi hari berlalu dan aku sering sekali berangkat bareng dengan Mbak Fitri. Baik istriku maupun suami Mbak Fitri tidak pernah cemburu atau keberatan.

“Kasihan Mbak Fitri mas kalau sendirian jalan.” kata istriku suatu hari saat aku tanya apa dia keberatan kalau aku berangkat bareng dengan Mbak Fitri.

Dari tempat kost kami untuk mencapai tempat kerjaku harus jalan sekitar 100 meter dulu menuju sebuah jalan besar. Dari sana kemudian harus naik angkot sebanyak dua kali agar bisa sampai ke kantorku dan kantor Mbak Fitri. Aku bisa membayangkan kalau Mbak Fitri berangkat kerja sebelum ada aku dulu seperti apa susahnya, sementara suaminya sendiri memang tidak punya kendaraan sejak lama, karena kudengar kendaraannya sudah dijual buat kredit rumah ibunya Mbak Fitri.

Pagi hari itu aku seperti biasa bersiap untuk ke kantor dan istriku membawakanku bekal makan siang. Nia memang juru masak yang handal. Selama ini aku tidak menolak tiap kali dia membawakan bekal karena memang masakannya luar biasa enak, maklum setahun kursus masak waktu kuliah dulu.

Aku biasa menunggu Mbak Fitri buat berangkat bareng di depan gerbang kost kami. Tunggu punya tunggu, dia belum juga datang-datang ke mobilku. Ada apa nih gerangan? Sudah 30 menit lebih, tapi dia belum juga tiba di sini? Baru saja aku rasani begitu, tiba-tiba terdengar namaku disebutnya…

“Mas Ridwan…”
“Mas, maaf udah nungguin lama yah? Habisnya Mas Susno tadi rewel terus minta ‘dilayanin’ sih. Maaf ya kalo kelamaan nunggunya.” jelas Mbak Fitri ramah.

Aku kaget mendengar alasannya. Selain juga terkesima melihat penampilan Mbak Fitri kali ini. Saat ini dia mengenakan pakaian kerja tetapi roknya kulihat lebih pendek dari biasanya. Begitu juga dengan kerah bajunya seperti lebih lebar dan terkesan lebih turun.

Mbak Fitri lalu mengenakan sepatunya dengan posisi setengah menungging, karena buru-buru. Aku yang saat itu sedang berdiri di depannya, kontan saja melihat pemandangan aduhai dari depan. Sepasang payudara Mbak Fitri seperti menggelantung seolah ingin melepaskan dirinya dari bra warna ungu yang membungkusnya. Besar dan bentuknya indah sekali, batinku dalam hati.

Mas Susno benar-benar beruntung memiliki istri seperti mbak Safitri. Sudah cantik, tubuhnya bagus, dadanya juga besar, pastilah hebat saat bermain di ranjang.

Sesaat aku membandingkan dengan istriku. Penyesalan muncul dibenakku. Akh, lelaki macam apa aku ini. Membayangkan istri orang lain sementara aku sendiri sudah beristri dan istriku pun juga selalu setia terhadapku. Bahkan seminggu belakangan ini istriku terasa lebih hangat dari sebelumnya. Kami menjadi seperti pasangan baru lagi.

Tadi malam saja dia minta untuk bercinta sampai dua kali dan sehari sebelumnya juga sama. Padahal sebelumnya paling tiga atau empat hari sekali, itupun juga harus aku yang minta. Kalau aku tidak minta, kami tidak ngeseks sama sekali deh. Entah apa yang mempengaruhi hasrat seksualnya sekarang ini, membuatnya selalu ingin bercinta denganku.

“Wah kok macet ya? Padahal kalau lewat jalan ini nggak macet tuh jam segini.” celetukku pelan dalam perjalanan ke kantor.

Mbak Fitri tersenyum terus meneruskan membaca buku laporan keuangan yang dia pegang. Sesekali aku melirik ke arah pahanya yang tersingkap. Mobilku ini memang tempat duduknya cukup rendah jadi aku bisa melihat paha mulus Mbak Fitri dengan jelas.

“Eh mas. Sepertinya ada demo deh di sana? Waduh bakalan telat kalo gini....” Mbak Fitri kelihatan mulai khawatir.

Memang benar ada demo di persimpangan jalan di depan kami. Entah apa topik demonya karena aku juga tidak begitu peduli lagi, yang kupedulikan hanyalah pekerjaanku di kantor dan kesempatan lirak-lirik paha Mbak Fitri. Lumayan buat selingan, batinku. Entah ke mana rasa penyesalanku tadi yang sempat hadir di hatiku. Untungnya kami sampai kantor tepat pada waktunya.

Kali ini sampai di kantor ada kejutan. Temanku waktu kuliah dulu, yang sekarang bekerja sebagai manajer di sebuah perusahaan kimia swasta berkunjung.

“Wah, Rid, sekarang kamu udah sukses ya. Sudah jadi pimpinan cabang sekarang. Hahaha…” seloroh sobatku yang satu ini.

Aku hanya tersenyum ringan, aku memang bukan tipe orang yang suka memamerkan prestasi sih.

“Eh, cewek yang tadi bareng sama kamu itu siapa sih? Kece juga tuh cewek. Bodinya keren dan wajahnya juga mantap punya tuh. Siapa sih? Kenalin donk!” goda Iwan temanku ini.

Namanya Iwan, aku Ridwan. Kalau diabsen dulu, aku dipanggil Iwan 1 dan dia Iwan 2…
Aku hanya tersenyum simpul saja tapi dia malah semakin penasaran dan membombardirku dengan berbagai pertanyaan susulan.

“OK, OK, gua jawab. Dia tuh tetangga kost gua. Dia tinggal di kamar sebelah kamar kost gua. Lagian dia kerja di dekat sini maka dari itu gua anterin dia ke sini barengan ma gua. And sekedar informasi, dia udah punya suami bro.” jelasku panjang lebar.
Lebih baik deh si Iwan di jelasin, karena kalau nggak, anda pasti di berondongnya beberapa pertanyaan lagi. Maklum tipe wartawan orangnya…

“Heh? Emangnya istrimu nggak cemburu tuh? Kalian khan pasangan muda, biasanya istri suka cemburu kalau suaminya bareng cewek lain yang cantik. Khan bawaan dari masa pacaran masih ada hahaha…” Iwan kembali menggodaku sambil melihat-lihat foto-foto di dinding ruang kantorku.

Sekedar info, aku bukan playboy, meskipun aku suka lirak-lirik perempuan cantik, berbodi sintal dan berpayudara besar macam mbak Safitri ini…

Aku hanya menghela nafas saja, “Istriku nggak seperti itu lagi. Dia orangnya kagak pencemburu. Dia juga yang nyuruh gua buat nganterin Mbak Fitri dari pada dia jalan sendiri khan kasihan.”

“Rumahnya jauh dari kantornya dan angkutannya sulit…” tambahku lagi.

Iwan tertawa lagi, “Wah boleh juga tuh. Kalo ntar aku punya istri aku pengen yang kaya istrimu tuh, orangnya nggak cemburuan. Nggak kaya pacarku sekarang ini, cemburuannya minta ampun. Tiap jam telepon terus kalau nggak ya sms. Dikira aku pembantunya apa yah…” selorohnya sambil tertawa.

Pacar si Iwan memang pencemburu berat padahal mereka sudah pacaran selama 3 tahun lebih. Heran aku kok dia bisa awet sama Mona ya? Tipenya cembokuran abis sih. Baru jadi pacar aja begitu, apalagi kalau jadi suami?

“Tapi Rid…” Iwan menimpali lagi, “Memangnya kamu nggak ada rasa tertarik sama Mbak Fitri itu? Dia cantik lho… Seksi lagi… Bayangin aja kalau kamu di ranjang dilayanin dia sama istrimu…pasti seru tuh…hahahaha….threesome gitu.” godanya lagi.

Aku memang tidak kaget dengar ucapan itu dari Iwan. Sejak waktu kuliah dulu, memang mulutnya sering ember. Suka mengeluarkan ucapan-ucapan seronok apa adanya. Dia paling gemar berbicara soal seks walaupun tidak pernah berhubungan seks dengan perempuan manapun selama ini. Karena itulah dia kelihatannya dungu, padahal dia mahasiswa terbaik kedua di kelas kami, setelah aku tentunya…

“Halah…lo ini ngomong apaan sih. Mana mau istri gua diajakin threesome? Dia orangnya konvensional kok.” bantahku pada Iwan.

Selama ini istriku memang selalu konvensional dalam bermain cinta. Selama satu tahun ini kami hanya bermain cinta menggunakan gaya-gaya yang itu-itu saja. Kecuali dua hari terakhir ini dimana kami berdua menggunakan gaya yang baru sama sekali dalam bercinta. Kuakui memang efeknya dahsyat. Hubungan kami jadi lebih bergairah lagi. Aku sendiri heran, dari mana dia mendapatkan gaya tersebut.

Tapi akhirnya aku jadi kepikiran juga. Ucapan sahabatku itu mungkin ada benarnya juga. Threesome, dengan wanita seperti Mbak Fitri, kenapa tidak? Tapi mana mau istriku melakukannya? Lagipula mana mau juga Mbak Fitri melakukannya? Karena selain kami tinggal berdekatan, suaminya juga menganggur. Resiko sangat tinggi jika suaminya sampai tahu mengenai hal ini.

Sore harinya aku mendapat kejutan keduaku. Mbak Fitri datang berkunjung ke kantorku. Memang kala itu kantorku sudah tutup dan tinggal aku bersama dengan dua orang satpam di luar dan dua orang petugas cleaning service.

“Lho, Mbak Fitri belum pulang? Ini khan sudah jam 6 sore. Bukannya Mbak Fitri selesai kerja jam 4 tadi?” kataku sambil mempersilakan perempuan cantik ini masuk ke ruang kerjaku.

Mbak Fitri tersenyum manis, “Iya nih mas. Tadi saya telat pulang karena pembukuan akhir bulan masih menumpuk lalu saya kerjain aja sekalian biar besok lebih senggang waktunya. Kirain mas Ridwan belum selesai kerjanya ternyata sudah ya…?”

“Akh, ini mbak, biasa tender dengan klien sudah selesai dan rapatnya diundur tiga hari lagi karena klien yang satunya berhalangan hadir. Sebenarnya sih jadwalnya pulang jam 6 nanti tapi kalau sudah tidak ada yang dikerjakan ya mau apalagi?” jelasku panjang lebar.

Para karyawan yang lain sudah pulang sejak jam 4 tadi sementara aku tetap di sini. Selain ingin menghindari macet, juga buat fitness sekalian. Hitung-hitung sebagai pelampiasan stress akibat beban hidup sehari-hari. Biasanya aku fitness selepas maghrib, kalau pulangnya jam 6 sore. Baru pulang 1 1/2 jam kemudian.

Sedangkan hari ini aku sudah fitness duluan jam 4 tadi, dan balik lagi ke kantor pas jam 5.30. Aku tetap di sini demi menghindari kemacetan, dan rencananya akan pulang ½ jam kemudian atau sekalian jam 7.

“Ohh gitu. Kirain sedang ada apa. Wah berarti saya mujur dong karena nggak ketinggalan hehehe…” kata Mbak Fitri bercanda.

Dalam hatiku sih aku senang-senang saja malam ini dia pulang bareng denganku. Hari ini seragamnya terlihat sangat seksi. Pulang bersama wanita cantik dan berpenampilan seksi, kenapa harus dilewatkan, iya khan?

Kami lalu mengobrol berdua di ruangan kantorku sambil minum sereal hangat yang kubuat. Sesekali Mbak Fitri mengalihkan silangkan kakinya dari kiri ke kanan. Saat itulah aku bisa melihat jelas celana dalam Mbak Fitri karena kami duduk berhadap-hadapan. Pahanya yang mulus putih itu semakin lama membuatku mabuk kepayang. Ingin rasanya aku memeluknya, mencumbunya, dan mengakhirinya dengan seks panas di kantor ini. Perempuan cantik ini memang membuatku blingsatan. Mengabaikan kenyataan kalau dia ini sudah milik orang lain. Istri tetanggaku sendiri.

Jam sudah menunjukkan pukul 6.30 malam. Masih tersisa waktu setengah jam lagi untuk kami berduaan. Serasa hatiku ini tidak rela untuk pulang dan ingin berlama-lama dengan wanita di depanku ini. Aku tahu ini salah tetapi hasrat birahi dalam diriku yang bergejolak, setiap kali melihat wanita cantik dan seksi, membuatku nyaris tak dapat berpikir jernih.

“Mas, gimana kalau sambil menunggu jam tujuh kita makan dulu. Di depan kantor ada warung makan yang enak.” Usul Mbak Fitri kepadaku. Aku sih setuju-setuju saja. Lagipula perutku juga sudah mulai lapar. Energiku yang terkuras habis di gym tadi, membuat perutku keroncongan.

Biasanya aku memang tidak makan selepas fitness, sehingga sampai di rumah nanti, aku bisa makan masakan istriku yang kadar kalorinya lebih terjaga. Tetapi kali ini rasanya berbeda. Apalagi teman makanku wanita secantik Mbak Fitri. Siapa juga lelaki normal yang mau menolaknya?

Akhirnya kami berdua makan di warung makan itu. Walaupun tidak begitu besar, tetapi bersih, masakannya enak-walaupun tidak seenak masakan istriku-, dan variasi menunya cocok dengan program kebugaranku selama ini.

“Sudah jam 7 kurang 15 menit. Kita masuk mobil saja dulu sepertinya jalanan sudah mulai longgar tuh.” kataku padanya. Perempuan ini mengangguk setuju dan akhirnya kami masuk ke mobil sedanku.

Sebuah peristiwa tak terduga terjadi secara tak sengaja. Mbak Fitri tersandung saat akan masuk ke dalam mobil. Tubuhnya terhempas ke depan dan menindihku yang sudah duduk di kursi supirnya. Untung saja kepalanya tidak terantuk setir mobilku. Namun yang membuatku gugup adalah kepalanya pas sekali ambruk di atas selangkanganku. Tanganku juga tak sengaja tertindih payudaranya yang besar itu.

Entah apa yang merasukiku, tanpa dapat kukendalikan lagi, tanganku bergerak nakal. Tangan yang kekar itu mulai meremasi payudara perempuan ini. Mbak Fitri melenguh pelan lalu bangkit dari posisi terpuruknya. Wajahnya memerah sepertinya menahan malu. Aku sendiri juga malu setelah sadar kalau batang kemaluanku ternyata ikut-ikutan tegang saat wajah Mbak Fitri tanpa sengaja menyentuh selangkanganku ini.

Kami berdua terdiam cukup lama di dalam mobil ini. Aku mencoba membuka percakapan dan saat itulah kami bertatapan muka. Pandangan kami beradu cukup lama. Entah apa yang mempengaruhiku, aku mulai berani mendekatkan wajahku kepadanya. Sesaat kemudian bibir kami saling bersentuhan. Setan apa yang mendorongku, aku sendiri juga tidak tahu. Yang jelas selang beberapa detik saja kami sudah saling melumat bibir satu sama lain. Mobil itu menjadi saksi betapa panasnya ciuman kami berdua.

Di luar dugaan Mbak Fitri sangat mahir dalam berciuman. Dia juga tidak sungkan menghisap lidahku, saat aku menjulurkannya, untuk menjalari rongga mulutnya dalam ciuman yang panas ini. Tidak cukup hanya itu, tanganku bergerak lebih nekat lagi. Meraba-raba payudara Mbak Fitri dan sesekali meremasinya, meskipun buah dada perempuan cantik itu masih terlindung dari pakaian kerjanya.

Aku bergerak lebih berani lagi, seiring semakin liarnya ciuman kami. Aku copot jas kerjanya, lalu satu demi satu kancing kemeja Mbak Fitri aku lepaskan. Sekarang hanya tinggal bra warna kremnya, yang menjadi penghalang mataku dengan payudaranya yang indah itu.

Remasan-remasan tanganku sepertinya berhasil membangkitkan gairah terpendam milik Mbak Fitri. Dia bergerak tak kalah liarnya. Bahkan tangannya sudah berani menyusup ke dalam celana panjangku. Hanya butuh waktu beberapa detik saja baginya, dia berhasil menemukan batang penisku, yang memang bukan sekedar tegang, tetapi juga sudah basah oleh precum yang terbit di kepalanya. Mbak Fitri tersenyum begitu tahu kalau aku juga terangsang berat. Lalu dia merebahkan kursinya, dan mencopot bra yang dia pakai, sehingga aku bisa dengan leluasa menikmati pemandangan indah tersebut.

Buah dada Mbak Fitri memang benar-benar besar. Sesuai dengan dugaanku yaitu F-Cup. Aku tak sabar ingin meremas dan menciumi payudara indahnya, sekalian puting susunya yang sudah tegang dan menantang itu. Sesekali tubuh Mbak Fitri melejit ke atas, setiap kali aku menghisap dan mengulum-ngulum puting susunya yang mancung itu.

Tanganku mulai meraba ke vagina wanita cantik ini. Ternyata celana dalamnya juga sudah basah sekali. Tanpa pikir panjang segera kusingkap rok mininya itu ke atas, lalu kutarik celana dalamnya hingga lepas. Sekarang bukan cuma payudara Mbak Fitri yang terlihat jelas, tetapi juga vaginanya yang menggiurkan itu.

Perempuan ini agak sedikit malu-malu ketika aku berhasil melucuti celana dalamnya. Sebelah tangannya berusaha menutupi vaginanya, yang rambutnya tercukur rapi itu. Aku cuek saja. Kuulurkan jari-jemariku ke arah lubangnya, dan segera ‘bekerja’ di sana. Jari telunjuk dan jari kelingkingku membuka bibir vagina Mbak Fitri yang sudah basah, sementara jari tengah dan jari manisku kuarahkan ke dalam vaginanya. Dengan tusukan jari-jemariku, membuat dirinya semakin kalang kabut. Desahan demi desahan tak terhindarkan lagi keluar dari wanita berbibir indah ini.

“Akhh..Mas… jangan di situ… akhhh…” desahnya lagi saat jemariku ‘berkarya’ di liang kewanitaannya. Cairan pelumas segera meluber membasahi bibir vagina wanita cantik ini. Memang soal permainan jari, aku sudah menjadi ahlinya. Istriku saja, sering kubuat orgasme hanya dengan bermodalkan permainan jari saja.

Tak lama kumainkan lubangnya, klitorisnya mulai menegang, tanda dia akan orgasme sebentar lagi. Beberapa menit kemudian, dengan permainan jari-jemariku di vaginanya, ditambah dengan cumbuan dan jilatan lidahku di sepasang payudaranya, Mbak Fitri mencapai klimaksnya. Dia mendesah cukup keras sambil menahan jeritan nikmatnya. Bibir bawahnya dia gigit sendiri menahan sensasi kenikmatan yang meluap dari dalam dirinya. Tubuhnya mengejang sesaat lalu setengah menit kemudian, dia terbaring lemas.

“Ssshhh… aaahhhh… aaahhh… aaakkkuuhh… sampaaaiiihhh… Maaassshhh…”
Peluh membasahi tubuh seksi dan montok wanita ini. Mbak Fitri berhasil mencapai klimaksnya hanya dengan petting saja. Aku tersenyum melihatnya seperti itu. Terduduk lemas di bangku mobilku yang sudah disandarkan.

“Mbak Fitri benar-benar hebat. Mas Susno beruntung punya istri secantik dan seseksi Mbak Fitri.” pujiku.
“Aku sebenarnya sudah lama suka dengan Mbak Fitri hanya saja selalu kutahan… sekarang aku sudah puas bisa bermesraan dengan wanita secantik mbak ini.” tambahku lagi.

Wajah Mbak Fitri terlihat memerah. Entah karena pergumulan tadi atau karena menahan malu karena sudah menyerahkan separuh dirinya padaku, padahal dia punya seorang suami yang menunggunya dirumah.

“Mas Ridwan ini memujinya kok tinggi banget sih? Ntar aku jadi ke geeran lho. Lagian mas Ridwan khan juga punya istri cantik. Pasti mbak Nia juga setiap malam merasakan keahlian tangan mas Ridwan ini… beruntungnya mbak Nia ya…” balasnya genit.

Aku tersanjung dibuatnya karena dia mengakui kehebatan jemariku ini. Belum sempat aku bicara tiba-tiba tangan Mbak Fitri menyentuh penisku lalu dengan cekatan dia mengocoknya perlahan.

“Aku juga suka sama Mas Ridwan, lho... Sudah ganteng, pintar, mapan, kontolnya gede lagi… ah, Mbak Nia memang beruntung punya suami se’perfect’ Mas…” pujinya sambil melirik wajahku dengan senyuman mesumnya. Aku hanya tersenyum saja mendengar pujiannya itu.

Batang kejantananku yang sebelumnya sudah setengah tiang sekarang kembali perkasa hanya dengan sedikit sentuhan dan rangsangan dari Mbak Fitri. Lalu tanpa kuduga Mbak Fitri mengarahkan bibirnya ke ujung penisku dan menciumnya perlahan. Lidahnya bermain di ujung penisku itu, dan pada akhirnya seluruh batang kemaluanku itu ikut dilumatnya. Meskipun tidak sepenuhnya bisa masuk ke dalam mulut wanita cantik ini.

Rasanya bagaikan di awang-awang, pembaca…. Disertai dengan remasan tangannya pada buah zakarku, mulut Mbak Fitri maju-mundur seolah mengocok penisku di dalam rongga mulutnya. Lidahnya tak henti-hentinya menjilati lubang kemaluanku ini.

“Mbak Fitri…akhhh…” desahku menahan rasa nikmat. Biasanya aku kuat kalau dioral istriku. Tapi dengan wanita ini, tak sampai 15 menit, aku mulai kepayahan. Teknik oralnya benar-benar hebat. Lebih hebat 2 tingkat dari istriku kayaknya. Aku terus mendesah-desah keenakan, sampai akhirnya aku merasa akan klimaks. Mbak Fitri mencabut penisku dari mulutnya begitu dia tahu kalau aku nyaris ejakulasi. Aku lalu mengarahkan penisku ke belahan payudaranya. Dia menggunakan himpitan sepasang payudaranya untuk mengocok batang penisku ini.

“Keluarin aja semua mas. Aku pengen mas Ridwan juga merasakan nikmat seperti yang aku rasakan tadi.” pinta Mbak Fitri sambil sesekali menjilati ujung kemaluanku.

“Akhh..mbak…aku keluar…akhhh…” racauku sambil kedua tanganku menekan pundak Mbak Fitri. Batang kemaluanku berdenyut sangat cepat...

Lalu cairan putih kental menyembur membasahi sepasang buah dada wanita cantik ini…

“Crrrooottt… Ccrrroootttt… Cccrrrooottttttt…”

Cairan itu menyembur berkali-kali. Beberapa di antaranya sempat menyemprot ke arah wajahnya yang ayu itu.

“Maaf mbak. Tadi nggak sempet aku kontrol. Wajah mbak jadi kotor deh.” ujarku setelah kutumpahkan semua persediaan air maniku di wajah dan payudaranya.

Mbak Fitri hanya tersenyum sambil membersihkan wajahnya dengan tissue, sementara aku membantu membersihkan payudaranya dengan tissue juga.

“Nggak apa-apa kok. Kalau Mas Susno sering nakal sih menyemprotkan air maninya di dalam mulutku. Tanpa bilang-bilang… padahal saya nggak suka dengan rasanya… jadi pengen muntah mas.” Jelasnya pelan.
“Mungkin karena belum biasa aja kali mbak.” belaku atas suaminya. Padahal istriku sendiri juga tidak pernah mau menelan spermaku. Dia selalu marah-marah ketika aku tanpa sengaja, atau dengan sengaja menyemprotkan spermaku ke dalam mulutnya. Akibatnya dia sering kali menolak permintaanku, untuk melakukan oral seks tersebut.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam. Kami lalu merapikan diri dan bergegas pulang. Sepanjang perjalanan aku tak henti-hentinya meraba-raba payudara Mbak Fitri yang sudah terbungkus oleh bra itu. Wanita cantik itu hanya tersenyum melihat ulahku. Dia sesekali membalas ulah nakalku itu dengan meraba dan mengocok kembali penisku. Karena aku nyaris kehilangan kendali atas setir mobil, maka niatan itu dia hentikan.

Sesampainya di rumah, Mbak Fitri langsung masuk kamarnya sementara aku sudah ditunggu istriku.

“Mas, kok baru pulang? Macet ya?” tanya istriku, aku hanya mengiyakan saja.
Seandainya dia tahu kalau aku habis petting habis-habisan dengan istri tetangganya, entah apa reaksinya nanti. Malam itu istriku tumben tidak meminta ‘jatah malamnya’. Tapi bagiku tidak masalah karena aku sudah mendapatkannya dari Mbak Fitri walaupun hanya sebatas blow job saja.

Dua hari kemudian sesudah peristiwa seru itu, tepat di akhir pekan, proyek kerjaku akhirnya selesai semua. Pertanda aku akan mempunyai waktu luang yang cukup banyak. Semua laporan dan pembukuan sudah ditangani oleh staffku, dan sejak jam 12 siang, sebenarnya aku sudah bebas dari pekerjaan. Sebenarnya aku bisa saja pulang, namun aku iseng ingin kembali mengulang kebersamaanku dengan Mbak Fitri tempo hari. Siapa tahu aku bisa merasakan yang lebih dari itu kali ini…

Iseng-iseng aku telepon Mbak Fitri lewat telepon kantorku dan kebetulan dia yang menjawabnya. Ternyata Mbak Fitri juga sedang senggang. Wah asyik nih. Niatanku terkabul juga… Lalu kamipun makan siang berdua di warung makan yang waktu itu.

“Wah kebetulan mas, saya juga sedang nggak ada kerjaan. Maklum selama dua hari terakhir ini selalu lembur jadi semua laporan sudah selesai. Mas sendiri habis ini mau ke mana?” tanya Mbak Fitri di sela makan siang kami.
“Hmmm, nggak tahu yah. Tapi kalau Mbak Fitri memang udah nggak ada kerjaan gimana kalau kita keluar aja? Kebetulan tadi ada selebaran promo mengenai tempat karaoke yang baru. Tempatnya nggak begitu jauh dari sini dan katanya sih lumayan eksklusif gitu…” ajakku. Dalam hati aku berharap agar dia setuju.

Mbak Fitri menghabiskan minumannya lalu beranjak berdiri. “Boleh juga tuh mas. Ayo deh! Dari pada bengong di kantor.”
Dia setuju! Thank God, pekikku dalam hati. Akhirnya niatku berduaan dengannya terkabul juga…

Sebenarnya sore ini adalah aku punya jadwal untuk fitness. Untuk informasi, fitness adalah salah satu olahraga favoritku, selain voli, renang, dan karate. Olahraga ini sudah lama kutekuni, yakni sejak semester pertama kuliahku dulu. Alasannya sederhana, aku ingin punya tubuh yang sehat, kuat, dan ideal.

Tapi untuk hari ini, kupikir nggak apa-apalah kalau aku sesekali bolos… toh nantinya aku akan keringetan juga, hanya mungkin beda tempat dan kegiatannya aja kali ya? hehehehehehehehehe… Dengan hati gembira penuh pengharapan, aku lajukan mobilku ke arah tempat tujuan kami.

Tak lama kami sudah sampai di tempat itu. Ternyata tempat karaoke ini benar-benar ekslusif, jadi wajar saja kalau promonya juga besar-besaran di perkantoran sekitarnya. Karena masih promo, tempatnya masih sepi dari pengunjung. Siang itu hanya mobilku saja yang satu-satunya hadir di tempat itu. Aku lalu memesan kamar untuk kami berdua selama dua jam. Pelayan di sana lalu menyajikan menu minuman dan makanan ringan untuk teman karaoke kami. Setelah selesai administrasinya, kami langsung menuju ke kamar yang di maksud.

“Wah, gede juga yah. Ini sih bisa untuk delapan sampai sepuluh orang mas...” Kata Mbak Fitri kepadaku. Memang sih kamarnya cukup besar dengan televisi LCD ukuran 30 Inchi dan sound system yang lengkap. Di dinding sampingnya ada sebuah cermin besar. Terdapat sofa besar nan empuk di tengah-tengah ruangan. Bisa digunakan buat tidur juga… tidur? Ya, pikiran itu terbersit di otakku sesaat lalu.

Selama lima belas menit pertama kami hanya berkaraoke berdua sambil sesekali menenggak minuman dalam botol. Aku tahu minuman itu mengandung alcohol sekitar 5%, namun Mbak Fitri sepertinya tidak sadar dan menganggap kalau minuman itu hanyalah soft drink biasa. Setelah hampir dua botol minuman itu habis kami tenggak, aku mulai melihat Mbak Fitri sudah mulai tipsy/melayang walaupun belum sepenuhnya mabuk. Bicaranya mulai sedikit ngelantur. Kesempatan bagus nih, gumamku dalam hati.
Aku mempergunakannya untuk mendekatinya. Sengaja aku mendekatkan wajahku dengan wajahnya. Sesuai dugaanku sebelumnya, tak butuh waktu lama hingga akhirnya kami berdua berciuman dengan mesra. Lama-kelamaan ciuman kami menjadi semakin liar dan panas.

Nafsu sudah sampai diujung kepala dan tak tertahankan lagi dalam diri kami berdua. Baik aku maupun Mbak Fitri masing-masing saling melucuti baju pasangannya. Sejak awal memang aku sudah mengunci pintu kamar ini, sehingga aku bebas dari kekhawatiran jika ada orang masuk, dan memergoki kami berdua.

Sekarang di hadapanku, terpampang Mbak Fitri yang sudah bugil total. Dia tidak mengenakan sehelai benangpun di tubuhnya, sama dengan diriku. Kami lalu berpagutan kembali. Lidah kami berdua saling melilit dan menjilat satu sama lain. Kedua tangan kami bergerilya ke tubuh pasangan masing-masing. Saling meraba dan meremas. Tangan kanan Mbak Fitri mulai mengocok penisku sementara tangan kirinya mengelus-elus perut sixpackku. Di lain pihak, dia membiarkan kedua payudaranya aku mainkan. Bahkan tak lama kemudian, dengan tangannya, dia mengarahkan tanganku kiriku untuk menstimulasi vaginanya, yang saat itu sudah sangat basah.

Kembali Mbak Fitri merasakan kenikmatan permainan tanganku yang memang pernah membuatnya orgasme dua hari lalu. Sekarang tidak ada lagi bunyi orang bernyanyi, yang ada hanya bunyi desahan kami berdua yang sedang berpacu dalam panasnya nafsu birahi demi memburu kenikmatan surgawi.

Tak hanya kukerjai vaginanya dengan jari-jariku, melainkan juga kujilati dan kuhisap-hisap lubangnya dengan lidahku. Membuat wanita itu seperti cacing kepanasan. Sambil asyik mengulum kewanitaannya, tangan kiriku asyik meremasi payudaranya, sedangkan tangan kananku berlomba dengan lidah dan mulutku, memberikan kenikmatan seksual pada Mbak Fitri. Tangan kiri Mbak Fitri menjambak erat rambutku, dan menekan kepalaku agar tidak lepas dari lubangnya, sedangkan tangan kanannya asyik meremasi payudaranya sendiri.

Pemanasan itu tidak berlangsung lama. Setelah kupikir liang surganya sudah cukup basah untuk aku penetrasi, aku segera hentikan aksiku. Aku sudah sangat mabuk kepayang. Tak sabar ingin segera menggaulinya. Impian terbesarku selama ini terhadap wanita tetanggaku yang cantik dan seksi ini. Aku merebahkan tubuh moleknya ke sofa yang lebar. Aku mengangkat kedua tungkai kakinya, dan menyandarkannya ke bahuku yang bidang. Perlahan aku mengarahkan penisku ke arah vaginanya. Tiba-tiba kulihat dia sepertinya sadar bahwa dia akan aku setubuhi. Dengan kedua tangannya, dia masih berusaha menolakku. Dia tutupi vaginanya untuk menghalangi aku agar tidak bisa penetrasi.

“Mas Ridwan, jangan! Aku masih belum siap. Aku nggak mau mengkhianati Mas Susno lebih dari ini.” ujar Mbak Fitri sambil berusaha mencegahku.

Nafsuku yang sudah sampai di ubun-ubun membuatku tidak peduli lagi. Aku menindih tubuh moleknya dengan tubuhku yang padat atletis. Kedua tanganku menarik tangannya ke atas kepalanya, mencekalnya supaya tidak berontak lagi. Bibirku bergerak semakin liar, dengan menjelajahi bibir, leher dan payudara wanita cantik ini.
Tak lama Mbak Fitri menyerah juga. Entah dia sudah kehabisan tenaga untuk melawan, atau karena dia sudah tipsy sebelumnya, aku tidak mengerti. Wanita itu tampak pasrah saja ketika ujung penisku mulai menyentuh bibir vaginanya yang merah merekah itu.
Dengan sedikit dorongan, kepala penisku masuk juga ke dalam liang senggamanya itu. Terdengar desahan nikmatnya saat aku dorong terus penisku ke dalam liang vagina perempuan seksi ini.

“Mas Ridwan…akhhh…” desahnya sambil memalingkan mukanya ke samping. Rupanya masih ada rasa malu dalam dirinya, karena aku sukses menggaulinya. Seakan-akan sebuah bola yang berhasil menjebol gawang lawannya. Sekarang penis pria yang bersarang di vaginanya bukanlah milik suaminya melainkan milik orang lain.

“Mbak Fitri, ternyata vagina Mbak Fitri masih sempit ya. Mas Susno pasti senang tiap hari dapat jatah dari Mbak Fitri.” Godaku mesra, membuat Mbak Fitri semakin malu dibuatnya. Wajah cantiknya tampak memerah dan tak ada satu patah katapun terucap dari bibirnya yang sensual itu.

“Akhhh…pelan mas…” ujar Mbak Fitri ketika aku mulai kembali mendorong masuk batang penisku yang tersisa. Entah karena penisku ini lebih istimewa ukurannya dibanding penis suaminya, seperti pujiannya padaku waktu itu, atau memang vaginanya Mbak Fitri yang memang sempit dari sananya? Yang pasti dengan perlahan akhirnya aku berhasil melesakkan seluruh batang penisku ke dalam liang surganya.

Pelan-pelan aku mulai menyodok-nyodok penisku yang bersarang di liang kewanitaannya. Mbak Fitri terlihat pasrah, seolah tergolek tak berdaya di depanku. Aku lalu menindihnya, bukit dadaku menindih erat gunung kembarnya. Kugenjot dia dengan nafsu yang terus bertambah. Pompaanku yang semula pelan sekarang berubah semakin cepat. Beberapa kali pompaan penisku berhasil membuat ujung penisku menyodok dinding rahim Mbak Fitri.

“Akhh..mas..pelan-pelan!” pinta Mbak Fitri lirih diiringi desahan-desahan erotisnya. Erangan erotisnya terdengar sangat merdu di telingaku, bersaing dengan bunyi kecipak dari kedua kemaluan kami yang saling beradu.

“Clleeebbb… Clleeebbb… Clleeeebbbb…”
“Ahhh… Maasss… aaahhh… ooohhh… oohhh… ssshhhh… aaahhh…” desah nikmat Mbak Fitri dengan bola matanya yang sayu, menatapku. ”Plaaakkk… Pllaaakkkk… Pllaaaakkkkk…”
“Ooohhh… ooohhh… terussshhh… Maasss…. Aaaahhh… Ennnaaakkkkkhh…” erangnya lagi.
“Ssshhh… aaahhh… aaahhh… mmemeekkkhh… Mbaakkk… ooohhh… ooohhh… eennnaaakkk sekaaallliii….” Pujiku dengan bola mata yang terbolak-balik, merasakan betapa nikmatnya penisku dijepit miliknya yang sempit itu.

“Clleeebbb… Clleeebbb… Clleeeebbbb…”
“Aahhh… ssshhh… ssshhh… aaahhh… Beenneerrssshhh… Maaasss…?” tanyanya balik.
“Suummpaaahhh… ooohhh… ooohhh… beluummmhhh… pernnaaahhh… aakkuuhhh… ngerasaaaiiinnnhhh… memeekkkhhh… selegiiittthhh inihhh…”
”Plaaakkk…Pllaaakkkk…Pllaaaakkkkk…”

“Gombaaallssshhhh… aaahhh… aaahhhh… Mass… passtttiiihhh… gombbaalllssshhhh…”
“Sumpaaahhh… kokkk… akkkuuu… nggaaaakkk boohooonggghhh… aaahhh… aaahhh…”
“Clleeebbb… Clleeebbb… Clleeeebbbb…”

“Passsttiiihhh… Maasss… suddaaahhh… pernaaahhh… ngerasaaaiiinnhhh… memeekkkhhh yaaannggg laaaiinnnhhh… kaaannhhh??? Ngaaakkkuuuhhh… aayyooohhhh…”
“Nggaakkk kkkoookkkhhh… iinniiihhhh… memeeekkkhhh… kedduuaaahhh yaanggg akkkuuu pernnaahhh rasaakaaannhhh seteelaaahhh… meeemmeekkhhh… ooohhh… aaahhh… istriiikuuhhh…”

Aku memang tidak bohong, karena selama ini aku memang tidak pernah melakukan hal-hal yang menjurus kepada seks bebas, meskipun aku hobi mengkoleksi majalah dewasa dan film-film porno. Satu-satunya vagina yang sering kurasakan selama ini hanyalah vagina istriku sendiri. Bahkan keperjakaanku, dia juga yang menikmatinya.

“Eennaaakkkhhh maaannaaahhh… saamaaaahhh memeekkkhhh issstrrrriii Masshhh… ooohh… oohhhh… ooohhh…?”
“Ennnaaakkkhhh… meeemmeeekkkk… Mbbaakkk… aaahhh… aaahhh… Fitrriiihhhh…. Jeeeppiiitaaann… nyyaahhhh… aaahhh… aahhh… keraasaaahhh… bangeeettthhhh…”
“Plaaakkk… plaaakkk… plllaaakkkk…”

Ini juga benar. Meskipun vagina istriku juga nikmat rasanya, tapi jepitan dan sedotannya tidak semantap jepitan dan sedotan vagina Mbak Fitri dalam bercinta. Dalam hal ini, istriku kalah 4 tingkat kayaknya dari istri tetanggaku ini. Begitulah, suara khas orang bercinta ini memenuhi seluruh ruangan. Untungnya ruangan ini kedap suara karena jika tidak maka bisa terdengar di luar sana.

Sambil terus memompa vaginanya, tak lepas kuremas-remas payudaranya, membuat dirinya semakin kelojotan saja. Tak hanya sampai di situ, bibir dan lidahku mulai bergerilya di gunung kembar miliknya, membuat gerakan menjilat, mengulum dan menyedot, membuat erangannya semakin bertambah keras…

“Ooouuuhhh… aaawwwhhh… aaahhhh… aaahhh… Maasss… aaahhh… terussshhh… eeennaaaakkk… susuiiihhh… terussshhh… susuhhh… aaahhh… aaahhh… sayaaahhhh…”
“Hhhmm… mmhhh… mmmhhh…” hanya begitu saja tanggapanku, karena aku sibuk menyusui payudaranya yang menggiurkan itu. Alhasil setelah aku puas menikmati payudaranya, warnanya mulai berubah dari putih bersih, menjadi agak kemerahan…

Tidak berapa lama kemudian, timbul tanda-tanda Mbak Fitri akan keluar…
“Maass… maaassshhh… akkkuuuhhh… maaauuu nyaaammpppeee nnniiihhhh…”
Mendengar itu, semakin kupercepat pompaanku, lalu…
“Aaahhh… Aaakkkhhhh… Aaaakkkhhhh…”

Sama seperti waktu itu, tubuhnya mengejang dan berkejat-kejat, tanda dia berhasil mencapai klimaksnya. Kukurangi genjotanku saat dia sampai di klimaksnya. Kurasakan cairan birahinya turun membasahi batang penisku yang masih setia menyumpal vaginanya. Kemudian dia terbaring lemas dalam pelukanku, dan kuhentikan sejenak pompaan penisku di vaginanya. Kubiarkan dia sejenak merasakan orgasmenya. Kuciumi wajah dan bibirnya, dan dia membalasnya mesra.

Karena penisku masih tetap dalam tegang sempurna di dalam vaginanya, dan aku sendiri belum mencapai klimaks, mulai kurangsang lagi dia. Kucumbui dia dan kuraba-raba titik-titik erotis di tubuhnya. Tak lama dia mulai bergairah kembali. Kembali kugerakkan penisku keluar-masuk lubang vaginanya, semakin lama semakin cepat. Terdengar erangan nikmatnya kembali saat penisku mengoyak-ngoyak liang surganya dengan brutal. Di tengah-tengah permainan, Mbak Fitri memintaku berganti posisi, dan aku mengabulkannya dengan senang hati.

Aku mengangkat tubuh Mbak Fitri hingga kami sekarang duduk berhadap-hadapan di sofa empuk itu. Tubuhnya aku pangku di atas pahaku. Sebelum dia memasukkan penisku ke vaginanya, sempat dikulumnya sesaat batang penisku yang basah dengan cairan birahinya. Dia jilat-jilat dan sedot-sedot penisku, membuatku mendesis-desis tak berkeputusan. Beberapa kali dia mencoba menelan keseluruhan batang penisku ke dalam mulutnya, meskipun hasilnya sama saja seperti waktu itu.

Hanya 5 menit saja dia melakukan itu. Mbak Fitri segera bergerak, mulai memposisikan dirinya di atas pangkuanku. Lalu dengan diarahkan tangannya, dituntunnya penisku untuk memasuki liang vaginanya, yang saat itu klitorisnya sudah membengkak, akibat pompaanku sebelumnya. Rupanya tak sabaran juga Mbak Fitri ini, pikirku. Dia ingin merasakan kembali nikmatnya batang keperkasaanku, mengebor di liang vaginanya.

“Ssslleeebbbb… sssllleeebbb… sssllleeebbbb…” senti demi senti penis seukuran pisang tanduk itu, masuk dengan lancarnya ke dalam lubangnya yang basah, hangat, sempit, dan menjepit….

Sodokan penisku semakin kutingkatkan iramanya. Semakin lama semakin cepat, sambil meremasi payudaranya. Aku seringnya menyodok vaginanya tepat lurus ke depan. Sesekali aku menggoyangnya ke kiri dan ke kanan, sehingga ujung penisku ini bisa menelusuri dinding-dinding terdalam liang senggama istri Mas Susno ini. Membantunya untuk mendapatkan sensasi kenikmatan yang berbeda-beda.

Mbak Fitri sendiri sudah terhanyut dalam permainanku sejak tadi. Dengan buasnya, dia naik-turunkan pantatnya sendiri. Sekarang justru akulah yang merem-melek menikmati pelayanan istri tetanggaku ini. Sensasi kenikmatan yang kudapat semakin bertambah, ketika dia turut menggoyang-goyangkan pinggulnya, bagaikan goyangan penyanyi dangdut cantik bernama Inul Daratista itu. Jepitan dan sedotan vaginanya, jauh lebih terasa enak bagiku.

Dengan gaya woman on top, perempuan ini tampak semakin memukau. Aku bisa melihat payudaranya bergoyang ke sana kemari karena ukurannya yang besar, sehingga menyajikan pemandangan yang indah sekali bagiku, karena payudara istriku sendiri tidak sampai sehebat itu bergoyangnya. Tak peduli betapa liarnya pompaanku di vaginanya.
Sambil tanganku meremas-remas buah dadanya, kulihat cairan birahinya mengalir semakin deras dari vagina Mbak Fitri. Cairan itu meluber keluar, membasahi batang penisku, menjadikannya sangat mengkilat. Tak lama kulihat dia mulai menampakkan tanda-tanda. Gerakannya semakin liar tak beraturan, maju-mundur, miring ke kiri dan ke kanan. Dan…

“Aaaahhh… aaahhhh… aaahhhh…”

Tubuhnya yang mengejang dan berkejat-kejat seperti tadi. Ternyata Mbak Fitri mencapai klimaksnya kali ini. Kurasakan lagi guyuran cairannya di batang penisku seperti sebelumnya.

Namun aku masih belum puas. Aku kembali menindih wanita cantik ini. Kutumpangkan kedua tungkai kakinya di bahuku. Kutindih tubuh sintalnya, sehingga lutut Mbak Fitri menyentuh buah dadanya sendiri. Dengan tak kalah beringas aku memompa penisku di dalam vaginanya dengan cepat dan bertenaga. Hingga beberapa menit kemudian aku merasakan giliranku akan klimaks. Penisku mulai berkedut-kedut dengan keras dan…

“Aaaakkkhhh… aaakkkhhh… aaahhh… Mbbaaakkkk… aaahhh… aaahhhh…”

“Crrroootttt… ccccrrrrooottttt… cccrrrrooottttt…”

Cairan putih kental menyembur berkali-kali dari penisku ke dalam vagina Mbak Fitri. Tak ada nada protes dari Mbak Fitri, walaupun dia tahu lubang vaginanya telah penuh dengan spermaku. Beberapa dari sperma itu, bahkan mengalir keluar lewat bibir vaginanya. Tak sempat kami memikirkan apa resikonya nanti. Mungkin Mbak Fitri akan hamil karena ulahku ini. Saat ini, kami berdua hanya memikirkan kepuasan seksual saja.

Sepuluh menit kemudian, kami segera berbenah dan merapikan diri. Kami sepakat untuk menyudahi acara karaoke ini, meskipun baru satu jam setengah kami menggunakan ruangan tersebut. Setelah menyelesaikan urusan administrasi, kami segera cabut dari tempat itu dan pulang ke rumah. Kami sama-sama terdiam dalam perjalanan pulang ke rumah. Begitu senyapnya suasana di mobil itu, membuatku seakan tak percaya, bahwa kami baru saja melakukan hubungan intim yang sangat dahsyat di tempat karaoke tadi. Hubungan ilegal yang berpotensi merusak keharmonisan RT kami masing-masing di masa depan.

Mulut Mbak Fitri tampak terkunci rapat, sedangkan wajahnya sendiri sulit kutebak ekspresinya. Mungkin Mbak Fitri menyesali semua keputusannya hari ini. Dia telah menyerahkan kesetiaan cintanya terhadap sang suami dan merelakan kesucian tubuhnya, dengan beradu hasrat seksual denganku, pria yang bukan siapa-siapa baginya, suami dari tetangganya sendiri.

Aku sendiri terdiam karena bingung harus berkata apa dengannya. Aku harus bertanggung jawab dan bersikap ksatria padanya. Bagaimanapun akulah yang mengajaknya berselingkuh. Aku juga yang memulai perselingkuhan ini 2 hari yang lalu, dengan mengocok lubang nikmatnya dan menjilati payudaranya. Di atas semua itu, aku harus pintar-pintar menjelaskan kepada istriku nanti di rumah, bekas-bekas cumbuan dan gigitan Mbak Fitri di tubuhku, mengingat selama 2 hari terakhir, kami tidak berhubungan intim sama sekali.







1 komentar:

Unknown mengatakan...

The King Casino - Herzaman in the Aztec City
The King Casino in Aztec City microtouch solo titanium is the place where you can find and play for real, real money. Enjoy worrione a memorable 토토 사이트 stay at this herzamanindir.com/ one-of-a-kind 1등 사이트 casino

Posting Komentar

Gimana menurut Agan buat cerita diatas...